JAKARTA, INFO RI – Terkait adanya tudingan dan atau keberatan dari Tim hukum Paslon Pilpres No.urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terhadap posisi calon Wakil Presiden nomor urut 01, Prof. Ma’ruf Amin di Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BNI Syariah patut dipersoalkan.
Kubu pengacara paslon 02 mengklaim punya bukti yang menyatakan bahwa Kyai Ma’ruf Amin memegang jabatan di BUMN saat mengikuti Pilpres 2019, adalah tudingan yang tidak berdasar pada sengketa ini.
Menurut Dr. Fernando Silalahi, ST., SH., MH., CLA bahwa Kyai Ma’ruf Amin adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) bukan Dewan Komisaris ataupun Dewan Direksi BUMN. Dewan Pengawas Syariah bekerja atas rekomendasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, tugasnya mengikuti SOP dari Dewan Syariah Nasional MUI bukan Standart Operasional Prosedur pemegang saham.
“Terkait dengan statement Pengacara 02 yang menyatakan Cawapres 01 melanggar Pasal 227 huruf (P) UU Pemilu 2017 tentang Pemilu adalah tidak berdasar. Sebab menurut Pasal 227 huruf (p) itu menjelaskan seorang capres atau cawapres harus berhenti sebagai karyawan atau pejabat BUMN.
BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah bukan BUMN melainkan anak perusahaan BUMN, hak ini sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang BUMN tentang defenisi BUMN. Dari sini jelas argumen hukum pengacara 02 sudah salah, lalu membawanya ke sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Doktor Hukum Tatanegara, Dosen tetap Universitas Kristen Indonesia itu kepada media ini di bilangan Menteng Jakarta Pusat, Jumat (14/06).
Praktisi hukum yang membela Jokowi pada sengketa pilpres Tahun 2014 silam itu mengatakan, jikalau itu yang menjadi modal tim hukum Paslon 02 ke Mahkamah Konstitusi, adalah kesia-siaan, sebab, fungsi dan wewenang dari Mahkamah Konstitusi pada posisi ini bukan itu, tegas Fernando.
“Jika kita pelajari sejarah lahirnya Mahkamah Konstitusi sebagaimana dalam UU RI Nomor 24 tahun 2003 tentang MK, jelas diatur dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 bahwa kewenangan MK adalah: melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik,
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, memutuskan Sengketa Pendapat, adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai persengketaan lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. Kewenangan ini juga telah diatur dalam Pasal 61-67 UU No. 24 Tahun 2003.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” terang Fernando.
Untuk itu sang dosen yang berlatar belakang Advokat itu menjelaskan lebih jauh bahwa semua wewenang yang diberikan Undang-undang Ke Mahkamah Konstitusi tidak ada satupun untuk kewenangan mengadili mengenai jabatan seseorang. Untuk itu dia menganjurkan, jikalau pengacara 02 mau mempersoalkan status seseorang di BUMN ataupun BUMD, itu dilaporkan kepada Bawaslu, imbuhnya.
“Mari kita lihat Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Badan Pengawas Pemilu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ialah; 1. Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu. Kalau pengacara 02 mengganggap ada pelanggaran administrasi Cawapres 01, seharusnya sejak awal itu dilaporkan ke Bawaslu bukan ke Mahkamah Konstitusi. Disini pemahaman hukum pengacara 02 masih kurang. Lagian KPU kan waktu pendaftaran paslon 01 pasti sudah memverifikasi posisi Cawapres 01.
Lagian kalau seseorang caleg atau paslon capres cawapres, gubernur wakil gubernur, bupati wakil bupati, walikota wakil walikota mendalilkan adanya kecurangan, maka caleg atau paslon haruslah bisa membuktikan semua kecurangan, tidak bisa secara random. Jadi kalau tim hukum 02 mengatakan ada kecurangan, berarti mereka harus membuktikan ada 16 juta surat suara yang curang. Apakah mereka mampu, Berdasarkan ketatanegaraan, pastilah Mahkamah Konstitusi akan menolak Gugatan Tim Hukum Paslon 02, itu,” pungkas Dr. Fernando Silalahi ST, SH, MH, CLA.
Dia mengungkapkan bahwa perlu adanya pencerahan kepada masyarakat, bagaimana sesungguhnya proses hukum yang sedang berlangsung, apakah itu hanya sekedar issu untuk menggiring opini kepada hal-hal yang tidak baik, masyarakat harus dapat memahami fungsi-fungsi dan kewenang setiap institusi yang ada, sehingga masyarakat dapat menangkap dan memahami apa maksud dan tujuan suatu tindakan yang sedang diperbuat seseorang, tambahnya. (Dewi)