JAKARTA, INFO RI – Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara menuai polemik pasalnya Ketua Majelis Hakim Tugiyanto terkesan mengarahkan agar perkara pidana tersebut menjadi perkara perdata.
Saksi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum terdakwa Tedja Widjaja dalam bersaksi haruslah orang mengetahui dan melihat kejadian sementara Dwito Kustidja Hindarto hanya menerangkan katanya, karena saksi masuk ke PT Graha Mahardika sekitar tahun 2012, pada saat itu saksi pelapor Rudiono Darsono sudah mengundurkan diri, sedangkan yang diterangkan saksi kejadian tahun 2009.
Persidangan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Tedja Widjaja kembali dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Tugianto Rabu (06/03/2019), sidang kali ini mengagendakan mendengarkan keterangan saksi Dwito yang di hadirkan oleh Kuasa Hukum Terdakwa.
Saksi mengaku dirinya adalah pemegang saham PT Graha Mahardika sekitar 40,% PT GM bergerak dibidang pembangunan properti, saksi menjabat sebagi Dirut PT GM pada 2012. Kali ini majelis hakim menanyakan soal perjanjian, jual beli tanah, dan pembangunan gedung.
Menurut saksi ketika Hindarto Budiman (ayah dari saksi) masih hidup ada perjanjian dengan Yayasan Uta ’45 dalam hal jual beli tanah yayasan, dan pembanbangunan gedung sekitar tahun 2010, saksi juga menerangkan bahwa dirinya tahu mengenai kesepakatan harga tanah yang di jual Yayasan Uta’45 yaitu Rp 65 milyar, masih menurut saksi sudah ada pembayaran Rp 90 juta dengan rincian ada berupa pembangunan gedung, uang tunai dan melalui tranfer.
Ketika JPU Fedrik menanyakan apakah saksi memiliki data pendukung untuk keteranganya itu misalkan bukti tranfer, saksi menjawab tidak ada hanya tahu saja.
Sontak saja keterangan saksi membuat pengunjung sidang nyeletuk, “artinya pihak Yayasan untung dong Rp 25 milyar dari kesepakatan Rp 65 milyar tapi yang dibayarkan Rp 90 milyar lalu untuk apa capek-capek laporkan terdakwa kalau gak ada yang dirugikan ? Ini tipu diatas tipu namanya terdakwa benar-benar pandai didatangkan saksi untuk menutupi kesalahanya. Hakimpun dalam bertanya kepada saksi, terkesan mengarahkan jawaban agar dilarikan ke perdata,” ucap Anto.
Persidangan terdakwa selalu dihadiri mahasiswa/wi dari fakultas hukum calon penegak hukum sudah selayaknya hakim sebagai wakil Tuhan berlaku netral karena akan jadi pelajaran buat para calon penegak hukum tersebut, dan demi tegaknya hukum di Indonesia .
Dimana yang digelapkan adalah aset institusi perguruan tinggi yang mempunyai kewajiban mencerdaskan bangsa. Terdakwa dihadapkan ke persidangan oleh JPU karena di dakwa telah melakukan penipuan dan penggelapan hingga menyebabkan aset Yayasan Uta’45 berupa tanah berpindah tangan Karena perbuatan terdakwa merugikan pihak Yayasan Uta’45 terdakwa dijerat pasal 378 dan 372 KUHPidana dengan ancaman 4 tahun penjara. (Dewi)