Oleh : Asrullah, S. H (Ketua Departemen Humas dan Jaringan) Pimpinan Pusat (PP) LIDMI dan Kabiro Hukum Madani Institute
inforakyatindonesia.com – Ditengah Masa Pandemi Covid 19 yang semakin menunjukkan Tren eskalatif (kenaikan) dan diprediksi oleh para pakar Epidemiologi akan mencapai puncaknya pada awal bulan sampai pertengahan bulan mei ini, Sebagian masyarakat di Takalar justru ramai ramai melaksanakan Sholat Jumat secara Berjamaah di Masjid Agung Takalar.
Hal ini tentu sebuah sikap yang kontra produktif dengan Kebijakan pemerintah Social dan Physical Distancing dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta komponen masyarakat dalam memutus mata rantai penyebaran Covid 19 ini.
Takalar sebagai salah satu kabupaten yang telah memiliki 4 pasien Terkonfirmasi Covid 19 di Sulsel serta menjadi salah satu kabupaten Penyangga Dua daerah yang telah termasuk kategori zona merah penyebaran Covid 19 yakni Gowa dan Makassar ini patut untuk ekstra pruden, cermat dan proaktif dalam mengambil kebijakan, khususnya dimasa bulan ramadhan seperti saat ini, dimana lazimitas masyarakat berada pada mobilitas tinggi beribadah dimasjid maupun kegiatan traksaksional ekonomi sosial lainnya yang resiprokal aksiomatik dengan kerumunan.
Pemerintah Pusat sendiri (Presiden) telah menetapkan 2 keadaan negara saat ini, yakni Kebijakan menetapkan Keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan Penetapan Kondisi Bencana Nasional Non Alam (BNNA). Kebijakan tersebut diambil guna mengkonsolidasi semua sektor stakeholder negara mulai dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah daerah dalam mempercepat penanganan Covid 19. Agregasi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dari penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Bencana Nasional Non Alam dituangkan dalam Keputusan Presiden (Kepres) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dimana substansi regulasi pelaksana PSBB ini salah satunya adalah Peliburan Sekolah, Penutupan Tempat tempat umum guna menghindari kerumunan serta pembatasan Kegiatan keagamaan.
Diantara kebijakan yang saat ini banyak menyita perhatian publik, termasuk masyarakat Takalar adalah kebijakan sholat berjamaah dimasjid untuk sementara ditiadakan, dan dilaksanakan dirumah masing masing, serta pada bulan ramadhan ini, pelaksanaan, sahur bersama on the road buka puasa bersama, sholat Tarawih dilaksanakan dirumah masing masing, bahkan termasuk sholat ied 1 Syawal pun masih menunggu dan disesuaikan pelaksanaannya sesuai konstelasi Covid 19 di daerah masing-masing. Hal ini tertuang dalam Maklumat Bersama Bupati Takalar, MUI dan Kemenang Kab. Takalar. Namun, kebijakan tersebut menuai sikap pro dan kontra ditengah tengah masyarakat.
Kita mengetahui bersama bahwa bulan ramadhan setiap tahunnya juga tahun ini tentu saja selalu memiliki Spirit tersendiri yang mampu membuat ghiroh (Semangat) beribadah masyarakat menjadi sangat besar.
Namun, bagaimanakah seharusnya masyarakat menyikapi kondisi saat ini, kaitannya dengan beribadah dibulan ramadhan dimasa pandemi seperti saat ini termasuk di Takalar? Apakah pelaksanaan ibadah dibulan ramadhan dalam kondisi tanpa wabah atau ditengah-tengah wabah itu memiliki hukum yang sama? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus didudukkan sesuai dengan Panduan dan Koridor agama. Panduan dan koridor agama dalam menyikapi kondisi khusus dalam kondisi wabah seperti diatas, telah buatkan Fiqh Ibadahnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sebagai representasi perwakilan seluruh ormas ormas islam di Indonesia.
Juga Untuk mengurangi resistensi tentang keberadaan fatwa ulama maka penting untuk diketahui kedudukan fatwa ulama. Fatwa ulama sendiri dalam hukum nasional disebut sebagai The Living Law (Hukum yang hidup) ditengah tengah masyarakat, bahkan fatwa ulama pada banyak soal menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara dan menjadi yurisprudensi pengadilan dan kedudukan Fatwa Ulama bagi ummat Islam itu sendiri menempati kedudukan yang presisi setelah Qur’an dan Sunnah (Innama Yahsyallaha min ibadihil Ulama). Bahkan dalam desain agama, ketundukan pada ulama bagian dari kebaikan yang mendatangkan nilai agama disisi Tuhan, Allah Subhanahu Wataala.
Dengan merujuk kepada Surat Edaran Menteri Agama RI dan Fatwa MUI Pusat No. 14 Tahun 2020 tentang Panduan beribadah ditengah masa Pandemi Covid 19, maka Bupati Takalar bersama dengan MUI dan Kemenag Agama Kab.Takalar telah menetapkan maklumat Bersama terkait bagaimana Beribadah dibulan suci ramadhan dalam kondisi Pandemi seperti saat ini. Salah satu substansi Maklumat tersebut yakni pelaksanaan ibadah sholat berjamaah (Fardu), Sholat Tarawih (Sunnah Muaqqad) dan buka puasa bersama dilaksanakan dirumah masing masing selama masa Pandemi ini. Hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penyebaran laten Covid 19 secara lebih luas.
Kehadiran Fatwa tersebut, sebetulnya cukup untuk memberikan kepastian dan hukum beribadah selama masa pandemi kalau kita ingin menjadi masyarakat yang lebih beradab dan berperadan tinggi, sebab sejarah mengajarkan kepada kita, ketika masyarakat ikut dan patuh pada ulama, maka, masyarakatnya akan selamat. Fatwa ini juga berfungsi sebagai petunjuk kepada Ummat yang seharusnya dilaksanakan dan ditaati sepenuhnya oleh seluruh lapisan ummat islam sebagai pemandu masyarakat dalam beragama dan sikap patuh terhadap Institusi Otoritas Keulamaan sebagai pewaris para nabi (Al Ulama Warasathul Anbiya). Fatwa yang dikeluarkan tidak serta merta keluar begitu saja, tetapi lahir sebagai hasil dari Ijtihad ulama setelah mengkaji dari aspek pendalilan sumber Primer agama Qur’an dan Sunnah juga memperhatikan pertimbangan ahli dari aspek sains Epidemiologi yang berkenaan langsung dengan kajian Penyakit menular yang inheren dan relevan dengan Covid 19 ini.
Langkah Pemerintah, pemerintah daerah dan maklumat bersama tersebut pada hakikatnya menjalankan salah satu fungsinya sebagai Himayatul ummah (Penjaga Ummat) agar ummat Islam terhindar dari kemudhoratan yang dapat menimpa dan berdampak pada kemudharatan yang lebih besar. Sebab, rantai laten penyebaran Covid 19 adalah kerumunan dan sangat mungkin ada, atau beberapa bahkan Banyak Jamaah yang Sebenarnya membawa virus tetapi tidak bergejala atau dikenal dengan istilah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang dapat menjadi sasaran empuk penyebaran dengan skala besar dan massal.
Selain itu, tentu diharapkan pemerintah senantiasa melakukan langkah langkah Persuasif-edukatif mode pencegahan corona pada masyarakat, serta berani mengambil langkah langkah Koersif punitif, manakala langkah dan kebijakan yang ditetapkan pasca pendekatan persuasi tidak dipatuhi oleh masyarakat. Kita menyadari bersama bahwa kesuksesan melawan wabah Covid 19 ini takkan berhasil tanpa Ikhtiar (Usaha), Tawakkal dan Kolaborasi bersama antara pemerintah dan masyarakat (La yugoyyiru ma biqoumin hatta yugoyyiru ma bianfushim), dimana peran dan kontribusi nyata masyarakat saat ini dengan mengikuti segala anjuran dan himbauan pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanganan Covid 19. Langkah ini harus dilakukan semata mata untuk menjaga Jiwa (Hifdzul Nafs) sebagai salah satu Maqasid As Syariah (Tujuan Syariat) dan kemaslahatan masyarakat (Tasarroful imam ilarroiyati manuthun bil maslahah).
Kita berdoa semoga Wabah ini segera diberlalu dan kita semua dapat mengambil hikmah didalamnya.