JAKARTA, INFO RI – Saksi Rahayu kembali dihadirkan ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk di konfrontir terkait dugaan memberi kesaksian palsu pada persidangan pekan lalu atas perkara Terdakwa Penipuan dan Penggelapan dengan terdakwa Tedja Widjaja, Rahayu dan Penyidik Boy F dari Unit II Harda PMJ, diperiksa bersamaan dalam persidangan Rabu (20/02/2019).
Dalam keteranganya kali ini Rahayu mengaku kebenaran table bukti dalam BAP kepolisian dan juga mengaku saat pemeriksaan saksi di kepolisian dalam keadaan sadar padahal dalam persidangan sebelumnya Rahayu mengaku dalam keadaan tertekan dan menyangkal habis-habisan. Dengan hadirnya saksi Boy bersamaan dengan Rahayu membuka titik terang bahwa pada persidangan sebelumnya Rahayu mengingkari keterangannya sendiri dalam BAP alias telah memberikan kesaksian yang tidak benar atau palsu.
Saksi perbalisan Boy dari penyidik Polda Metro Jaya menerangkan bahwa pada saat penyidikan memeriksa Rahayu dalam keadaan tenang tanpa tekanan saksi diperiksa dua kali pertama pada saat klarifikasi penyelidikan yang ke-dua penyidikan antara klarifikasi dengan penyidikan berselang waktu sekitar sebulan klarifikasi sebelum penyidikan.
Setelah diperiksa kemudian BAP diprint saksi diperintahkan untuk membaca dan menandatanginya. Pemeriksaan berjalan kurang lebih tiga jam dimulai pukul 10 : 00 WIB, saksipun memperlihatkan foto suasana pada saat pemeriksaan saksi Rahayu.
Dihadapan Majelis Hakim pimpinan Tugiono Rahayu mengatakan mengetahui tentang table pembayaran yang ada dalam BAP padahal dalam persidangan sebelumnya tidak mengakui keteranganya itu namun mengeai uang sebesar Rp 16 juta untuk pembuatan Bank Garansi Rahayu tetap mengatakan tidak tahu.
Dalam hal ini hakim mengatakan ” penyidik sudah memerintahkan dibaca sebelum ditanda tangani dibaca atau tidak itu hakmu, tapi sudah di kasih kesempatan untuk baca. Secara subtansi BAP sudah di akui oleh saksi” ucap Tugiono . “Soal pertentangan atara Rahayu dan penyidik kita tidak tahu mana yang berbohong”, pungkasnya.
Sementara itu saksi Notaris lili menerangakan pihaknya membuat akta No. 58 tertanggal 28 Oktober 2009 tentang melanjutkan kerja sama antara Uta’45 dan PT Graha Mahardika. Pihak pertama Uta’45 diwakili oleh Rudiono Darsono dan pihak ke-2 Tedja Wdjaja (terdakwa) kedua belah pihak mengakui ada rencana jual beli dan mengakui telah ada pembayaran dari pengakuan itu dibuatlah Akta No.58 tentang pembayaran saksi tidak tahu dan pada point 7 Akta otomatis batal apabila salah satu pihak ingkar.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar dalam dakwaannya, pada awalnya Perkara penggelapan dan penipuan berwal pada tanggal 10 Oktober 2011, Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Graha Mahardika yang ditandatangani oleh (terdakwa) Tedja Widjaja dengan Dedy Cahyadi mewakili Kampus 17 Agustus 1945 Jakarta.
Kemudian terjadilah perbuatan penipuan dan penggelapan oleh terdawa termasuk memecah sertifikat lahan dengan memalsukan dokumen yayasan.
Terdawa Tedja Widjaja berhasil melancarkan aksinya dan meraup uang hasil penjualan lahan milik Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) seluas 3,2 hektare (ha) lebih atau senilai Rp 60 miliar lebih. Perbuatan itu dilakukan terdakwa dan komplotanya pada penghujung tahun 2010.
Lahan cukup luas yang tadinya direncanakan untuk perluasan UTA ’45 di Sunter dijual terdakwa tanpa sepengetahuan pihak Yayasan UTA ’45. Terdakwa Tedja Widjaja tidak hanya sekedar menjual tanah bukan miliknya, tetapi juga menjadikannya sebagai tanggungan hutang atau agunan.
Ketika terbongkar melakukan persekongkolan jahat itu, Dedy Cahyadi dipecat dan diberhentikan dengan tidak hormat pada tahun 2016, setelah sebelumnya dinonaktifkan sejak tahun 2015. Dedy Cahyadi kini menjadi buronan polisi dalam kasus kejahatan penggelapan lahan milik Kampus UTA’45 dan hingga kini belum tertangkap aparat kepolisian.
Pihak Yayasan UTA ’45 merasa dirugikan oleh terdakwa kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Tetdakwa terancam pidana sebagaimana dalam pasal 378 dan 372 KUHP. (Anggraeni)