Jakarta, inforakyatindonesia.com – Terkait vonis percoban terhadap terdakwa penggelapan Hanny (60) Kamis (3/8/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara oleh Ketua Majelis Hakim Sutaji dinilai tidak adil. Hal itu diungkapkan Hadiyanto Rijanto selaku anak dari korban Rijanto .
Majelis berananggapan terdakwa Hanny terbukti melakukan tindak pidana penggelapan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam pasal 372 jo pasal 64 KUHP menjatuhkan pidana atas kesalahan itu selama 4 bulan dengan masa percobaan 6 bulan.
Dalam persidangan sebelumnya Jaksa
Penuntut Umum ((JPU) Adrian yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 6 bulan karena terbukti melakukan tindak pidana pencurian secara berlanjut sebagai mana diatur dalam pasal 362 jo pasal 64 KUHP.
Perbuatan yang memberatkan terdakwa telah dengan sengaja melakukan tindak pidana terhadap Rijanto Lie orang yang bertahun tahun hidup bersamanya (pasangan tanpa nikahnyan) dengan mengambil uangnya serta menelantarkannya saat sakit dengan menyuruh asisten rumah tangganya untuk mengantarkan kepada anak korban dengan menggunakan kursi roda berikut pakaian-pakaianya.
Sementara hal yang meringankan terdakwa pernah merawat korban, berlaku dipersidangan, dan mengakui kesalahannya serta telah mengembalikan uang sebesar Rp 60.300.000,- di persidangan yang kemudian untuk diserahkan kepada Hadiyanto Rijanto (anak korban) .
Berdasarkan fakta-fakta yang didapat dalam persidangan dan bukti -bukti serta para saksi terdakwa telah terbukti bersalah sebagaimana diatur dalam pasal 372 Jo pasal 64 KUHP , perbuatan itu dilakukan pada bulan September 2020 telah mengambil uang dengan menggunakan ATM Bank UOB milik Rijanto Lie sejumlah Rp 60.300.000,- terdakwa mengetahui uang tersebut milik Rijanto pasangan tanpa nikahnya, dalam hal ini hakim tidak dapat mempercayai tetdakwa tentang uang yang digunakan untuk pengobatan karena tidak ada bukti, terdakwa secara melawan hukum mengambil yang bukan miliknya.
Dalam hal ini Hadiyanto Ridjanto selaku anak dari korban merasa kecewa dengan vonis hakim tersebut serta dengan penanganan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkesan main-main dengan agenda putusan yang empat kali penundaan.
“Koq bisa ya vonisnya percobaan padahal hakim tahu terdakwa menelantarkan ayah saya setelah ludes uangnya digasak terdakwa, bukan cuma yang Rp 60.300.00,- saja kan bukti tambahan print out uang yang diambil terdakwa sekitar Rp 2 miliar”. Ungkap Hadiyanto.
Menurut Hadiyanto, semenjak Penyidikan berkas perkara tersebut di Kepolisian hingga pembacaan surat dakwaan JPU dan pemeriksaan saksi saksi dalam persidangan, terdakwa Hanny sempat tidak mengakui perbuatannya melakukan pencurian atau penggelapan uang milik Rijanto.
Namun setelah pemeriksaan keterangan terdakwa di meja persidangan, Hanny dicecar berbagai pertanyaan oleh majelis hakim hingga terungkap pembelian dua unit Apartemen di kawasan Tanjung Duren Jakarta Barat yang diduga uangnya dari hasil kejahatan terdakwa terhadap korban Rijanto.
Terungkap juga di persidangan yang mana korban melalui JPU juga menyerahkan bukti tambahan berupa print out rekening koran Bank BCA milik korban Rijanto. kepada majelis hakim. Bukti tambahan berupa data pencairan uang korban dari Bank BCA yang sudah di legalisir dan dikenakan materai kurang lebih Rp 2 miliar rupiah. Uang sebanyak Rp 2 miliar lebih tersebut diduga dicairkan terdakwa Hanny untuk keperluan pribadinya alias untuk membeli Apartemen bukan untuk mengurus korban Rijanto yang sedang sakit Stroke.
Terdakwa mengakui yang Rp 60 juta rupiah diambil dari Bank UoB, tapi bagaimana dengan yang 12 miliar dari Bank BCA.
Pupus sudah harapan Hadiyanto , “ternyata majelis hakim tidak adil ada apa dibalik vonis percobaan itu?”, keluh Hadiyanto.
Mengingat orang tuanya (Rijanto) yang sudah ditinggal Hanny dalam keadaan sakit, juga uangnya dikuras miliaran rupiah habis oleh terdakwa. (DW)