Jakarta, inforakyatindonesia.com – Ironis, lembaga negara yang dibentuk untuk menjamin keterbukaan informasi justru diduga kuat menutup akses informasi kepada publik. Komisi Informasi DKI Jakarta, yang seharusnya menjadi garda depan transparansi, malah terkesan “alergi” terhadap permintaan konfirmasi dari media.
Pihak jurnalis melaporkan bahwa mereka ditolak saat mencoba meminta konfirmasi atas isu yang menyangkut fungsi dan integritas KI DKI Jakarta. Lebih mengejutkan, staf ahli atau pegawai KI DKI Jakarta justru meminta wartawan untuk mengirim surat resmi hanya untuk sekadar melakukan konfirmasi, bukan klarifikasi hukum, bukan pula pengaduan publik.
“Mereka bilang harus pakai surat resmi hanya untuk konfirmasi. Ini jelas mencerminkan kebingungan dalam memahami perbedaan antara permintaan konfirmasi jurnalistik dan permintaan klarifikasi hukum. KI DKI Jakarta gagal memahami siapa yang mereka layani,” ujar seorang jurnalis dari media nasional yang enggan disebutkan namanya.
Padahal dalam praktik jurnalistik, konfirmasi adalah hak dasar media dan kewajiban institusi publik untuk menjawabnya, bukan hak istimewa yang harus diseleksi dengan prosedur administratif. Konfirmasi diperlukan untuk keberimbangan pemberitaan, bukan untuk membuat laporan formal atau pengaduan seperti yang dipahami oleh Komisi Informasi DKI Jakarta.
Wartawan Bukan LSM
Parahnya, respons KI DKI Jakarta melalui staf ahli atau pegawainya memperlihatkan kekeliruan mendasar. Mereka menyamakan wartawan dengan LSM atau masyarakat umum yang hendak mengakses informasi publik melalui jalur permohonan resmi. Ini menunjukkan bahwa KI DKI Jakarta tidak memahami UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), khususnya pasal yang menjamin hak masyarakat, termasuk media massa, untuk mengakses informasi secara cepat dan sederhana.
“Ini mencederai amanat reformasi informasi. Wartawan tidak boleh dipersulit hanya karena ingin melakukan kerja jurnalistik. Bila Komisi Informasi DKI Jakarta sendiri tidak paham tugas dan peran konfirmasi dalam dunia pers, maka kita patut bertanya: untuk siapa sebenarnya mereka bekerja?” ujarnya menambahkan.
Lembaga Transparansi yang Tidak Transparan?
Sejumlah jurnalis dan media menyayangkan bahwa lembaga negara yang seharusnya mengawasi keterbukaan informasi justru menjadi simbol ketertutupan informasi. Alih-alih melayani publik secara responsif dan komunikatif, KI DKI Jakarta tampak malah membangun tembok birokrasi baru dengan alasan “tata surat”.
Kritik keras pun datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Informasi Publik. Mereka menyebut bahwa tindakan Komisi Informasi tersebut mencederai prinsip akuntabilitas publik, sekaligus bertentangan dengan semangat transparansi yang melandasi lahirnya lembaga ini.
“Kalau wartawan saja disuruh kirim surat dan tunggu berminggu-minggu untuk sekadar konfirmasi, bagaimana dengan masyarakat biasa? Ini benar-benar kemunduran,” kata Sumurung dari aktivis transparansi nasional, Selasa (1/7/2025).
Mendesak Reformasi Internal
Atas polemik ini, sejumlah kalangan menuntut agar Komisi Informasi segera melakukan evaluasi internal, serta menyusun ulang standar operasional prosedur (SOP) yang sesuai dengan prinsip-prinsip keterbukaan informasi, bukan malah membangun pagar baru bagi keterlibatan publik.
“Komisi Informasi harus ingat, mereka bukan kantor sensor, bukan pula benteng birokrasi. Mereka pelayan informasi publik,” tegas Sumurung.
Jika masalah ini dibiarkan, maka kredibilitas Komisi Informasi sebagai pengawal keterbukaan informasi publik hanya akan menjadi pajangan kosong di balik meja birokrasi. Dan publik akan kehilangan satu lagi lembaga yang seharusnya berpihak pada transparansi, tapi justru bersembunyi di balik surat resmi dan prosedur yang tidak masuk akal.
Sebelumnya, ketika awak media berulang kali menghubungi Komisi Informasi DKI Jakarta melalui staf ahli atau pegawainya untuk konfirmasi demi keberimbangan pemberitaan perihal pemohon sengketa gugatan informasi, staf ahli tersebut menyatakan akan menyampaikan permintaan konfirmasi tersebut kepada ketua KI DKI Jakarta.
Namun beberapa jam kemudian, meminta kepada media untuk urusan konfirmasi dari media agar menyampaikan secara tertulis kepada KI DKI Jakarta. Ironisnya, hampir satu bulan menunggu dan hingga berita ini terbit, permintaan konfirmasi dari media ditolak.
“Izin bapak baiknya apa yang bapak sampaikan ke wa saya disampaikan secara tertulis ke KI DKI Jakarta, karna status saya hanya pegawai di KI DKI Jakarta, terima kasih bapak salam sehat selalu,” kata staf ahli Komisi Informasi DKI Jakarta, Kamis (5/6/2025). AlbertHS