JAKARTA, INFO RI – Perkara pidana yang menyeret Tedja Widjaja selaku Dirut PT Graha Mahardika sebagai terdakwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara kembali dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH, Kamis (28/03/2019).
Agenda sidang kali ini mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar SH MH.
“Jadi, yang dianggap wanprestasi (perdata) bisa menjadi pidana, tetapi tentu saja harus ada dan dibuktikan unsur-unsurnya (pidana) di dalam suatu persidangan,” demikian ahli pidana Dr Efendy Saragih SH MH dalam sidang kasus penipuan dan penggelapan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan terdakwa pemilik PT Graha Mahardika (GM) Tedja Widjaja.
Terdakwa Tedja Widjaja didakwa telah melakukan serangkaian kebohongan dan penggelapan dalam kaitan pembelian tanah lokasi kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45) dengan mengganti tanah di Cibubur, bangun gedung UTA 45 berikut uang tunai. Mereka dalam hal ini Tedja Widjaja dengan Rudyono Darsono mewakili UTA 45 kemudian membuat berbagai akta perjanjian.
Meski belum tuntas dilakukan pembayaran, entah itu berupa pembangunan gedung, tanah pengganti dan uang yang melalui bank garansi (bank garansinya saja tidak dibuat hingga kini dan gedung belum pernah diserahterimakan), terdakwa Tedja Widjaja telah membangun ruko di lokasi bahkan kemudian memperjual-belikannya.
“Kedua pihak memang diikat dengan akta-kata perjanjian. Tapi perbuatan itu tetap bisa diklasifikasikan sebagai perbuatan pidana jika didukung fakta-fakta dan alat bukti,” kata saksi ahli. Sebab, ada pula kausula khusus yang nyata-nyata tidak dipenuhi dalam perjanjian.
Dengan tidak dipenuhinya syarat-syarat dalam perjanjian, kata ahli, maka properti yang dibangun di lokasi yang baru dibeli namun belum tuntas pembayaran belum bisa dijual. Bahkan di situlah salah satunya letak tindak pidananya.
Menurut ahli pidana yang pengajar di Universitas Trisakti itu, unsur tindak pidana penipuan (378 KUHP) dan penggelapan (372 KUHP) terdapat dalam kasus yang tengah disidangkan (Tedja Widjaja). Sebab, ada yang ditutup-tutupi sejak awal. “Di sini ada unsur dengan sengaja, di antaranya membeli tidak membayar lunas namun membuat dokumen peralihan hak,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH, Efendy menyebutkan banyak perbuatan ingkar janji atau cidera janji yang tampak perdata pada akhirnya bisa menjadi pidana. Jika yang diperjanjikan tidak dilaksanakan apalagi ditambah dengan perkataan bohong maupun rekayasa maka sanksinya yang tadinya keperdataan berubah menjadi pidana.
Jika yang diperjanjikan tak dilaksanakan, adai lagi tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong, maka unsur penipuan dan penggelapannya menjadi jelas ada. “Dengan begitu sanksi pidanalah yang dikenakan. Terutama jika ada yang tidak sesuai atau ditutu-tutupi tidak sebagaimana keadaan yang sebenarnya sejak awal. Belum lagi kalau ada pemalsuan dan serangkaian kata-kata bohong maka jelas unsur penipuan dan penggelapannya sangat kuat,” tutur Efendy. Kata-kata telah ada pembayaran tentu saja harus didukung bukti atau kwitansi.
Demikian pula bangunan yang disebutkan dibangun, tentu saja harus ada berita serahterima dari yang membangun dengan pihak yang meminta dibangunkan. Tidak cukup hanya dengan bukti bahwa gedung tersebut telah dimanfaatkan untuk berkuliah oleh para mahasiswa lantas yang membangun pihak yang membuat akta perjanjian.
Tim penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja juga bertanya kepada ahli pidana apakah tindak pidananya menjadi gugur jika dalam akta perjanjian dibolehkan menjual properti yang dibangun di lokasi tersebut, Efendy tetap berpendapat tergantung dipenuhi atau tidak semua syarat-syarat yang ada dalam akta perjanjian.
Persidangan yang banyak diminati pengunjung sidang itu sedianya akan didengarkan lagi keterangan saksi dari Tedja Widjaja dan saksi fakta dari JPU. Namun, karena waktu sudah mepet maka dijadwalkan pada persidangan pekan depan.
“JPU dan pembela jangan lagi menambah-nambah saksinya. Kalau hal seperti ini terjadi lagi dan berbalas-balas kapan persidangan ini selesai,” ujar Ketua Majelis Hakim Tugiyanto kemudian menyatakan bahwa persidangan untuk pemeriksaan saksi tinggal sekali lagi saja. Sidang berikutnya pemeriksaan terdakwa kemudian tuntutan. (Dewi)