JAKARTA, INFO RI – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar SH MH Menuntut Direktur Utama (Dirut) PT Graha Mahardika (GM) Tedja Widjaja hukuman 3,6 tahun atau 42 bulan penjara pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (22/5/2019).
Terdakwa yang juga pengusaha itu dinyatakan jaksa dalam requisitornya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 378 KUHP.
Dalam tuntutanya JPU mengatakan, “Terdakwa telah melakukan tindak pidana yang merugikan Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) sedikitnya Rp 60 miliar (dalam hal ini diwakili Rudyono Darsono selaku Ketua Dewan Pembina UTA 45),” ujar JPU Fedrik Adhar saat membacakan tuntutannya dalam sidang pumpinan majelis hakim pimpinan Tugiyanto SH MH.
Terdapat beberapa hal yang memberatkan tuntutan terhadap terdakwa hingga nyaris maksimal (empat tahun penjara). Menurut JPU Fedrik Adhar, selain tidak kooperatif, terdakwa tidak mengakui perbuatan, dan memberi keterangan berbelit-belit tentu saja di samping merugikan Yayasan UTA 45.
Dalam requisitornya yang cukup tebal, Fedrik Adhar menyebutkan tindak pidana yang dilakukan terdakwa tersebut didukung keterangan saksi-saksi a charge dari JPU yang saling bersesuaian. Terdakwa telah melakukan tipu daya, muslihat dengan rangkaian kata-kata bohong sehingga korbannya menjadi terperdaya.
JPU Fedrik Adhar juga menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara-cara yang sedemikian terencana. Terdakwa sengaja membuat berbagai surat-surat dan dokumen yang seolah bisa menghapus kewajibannya yang sesungguhnya belum dipenuhinya.
Berawal dari adanya keinginan terdakwa memiliki sebagian lahan lokasi kampus UTA 45 di Sunter untuk dijadikan lokasi sekolah dan bangunan komersial seperti rumah toko (ruko). Setelah melakukan negesoasi dan ada kesepakatan pembayaran dilakukan dengan menggunakan bank garansi.
Selain itu, juga akan ditukargulingkan dengan sebidang tanah di pinggiran wilayah Jakarta Timur. Tidak itu saja, terdakwa juga menyepakati pembangunan gedung/kampus UTA 45 di Sunter. Namun, berdasarkan keterangan saksi-saksi dalam persidangan, sebagian besar yang telah disepakati untuk dilaksanakan itu tidak direalisasikan terdakwa Tedja Widjaja.
Tanah hasil tukarguling sampai saat ini tidak kunjung diserahkan terdakwa Tedja Widjaja ke Yayasan UTA 45 yang diwakili Rudyono Darsono. Pembayaran dengan bank garansi juga urung dilakukan, karena bank garansinya sendiri urung dibuat. Demikian pula pembayaran dengan pembangunan gedung atau kampus UTA 45 yang bertingkat delapan. Saksi-saksi di dalam persidangan menyebutkan pembangunan gedung kampus tersebut dituntaskan oleh pihak UTA 45 sendiri.
Namun di pihak lain, sebagian tanah lokasi kampus UTA 45 yang dibeli terdakwa dengan tidak kunjung lunas pembayarannya itu sampai saat ini telah dibangunkan ruko. Bahkan telah diperjualbelikan walau pada akhirnya bermasalah karena belum bisa dibalik nama menjadi atas nama pembelinya tersebut.
“Terdakwa membuat berbagai surat-surat perjanjian, akta, dan ada lagi yang mengesankan kewajibannya dalam hal pembayaran tanah lokasi kampus UTA 45 telah terlaksana. Kenyataannya tidaklah demikian,” tutur JPU Fedrik. Dia kemudian mencontohkan suatu dokumen seolah dibuat Michele Rudyono, kenyataannya pada saat pembuatan dokumen itu Michele sedang berada di Amerika Serikat.
“Terdakwa merekayasa berbagai dokumen atau surat-surat yang seolah bisa menghapus pembayaran atau kewajiban membayar tanah Yayasan UTA 45 yang telah dikuasai dan dimanfaatkannya,” kata Fedrik Adhar.
Atas tuntutan yang cukup berat dan diharapkan dikuatkan majelis hakim tersebut, baik terdakwa maupun penasihat hukumnya meminta majelis hakim pimpinan Tugiyanto untuk menjadwalkan persidangan berikutnya beragendakan pembacaan pledoi terdakwa dan pembelanya. “Ya sidang berikutnya pada 10 Juni 2019 dengan agenda pembacaan pledoi,” tutur Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH. (Dewi)